Selasa, 15 Februari 2011

CERITA DARI SALIHARA

Apa sih, Salihara?
Ditengah gemerlap ibu kota Jakarta, kita dapat menyaksikan berbagai macam hiburan. Kesenian adalah salah satunya. Cobalah tengok di Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, di atas sebidang tanah seluas sekitar 3.237 m2, terdapat sebuah komunitas kesenian yang bernama Komunitas Salihara. Komunitas Salihara didirikan pada tanggal 8 bulan 8 tahun 2008 oleh tokoh-tokoh yang menaruh perhatian lebih terhadap kesenian seperti Goenawan Muhammad, Dahlan Iskan, Ayu Utami, dan beberapa tokoh lainnya. Komunitas ini berawal dari Komunitas Utan Kayu yang didirikan pada tahun 1994 oleh sebagian pengasuh dari Koran Tempo. Namun karena dinilai ruang pada Komunitas Utan Kayu sangat terbatas, kemudian akhirnya komunitas ini bermigrasi ke daerah Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Salihara maka dinamakan Komunitas Salihara.
Komunitas Salihara berupaya mencerdaskan khalayak dengan cara berkesenian, seperti tari, musik, teater, sastra, pembacaan karya sastra, filsafat, budaya, serta film, karena dengan seni, khalayak bisa lebih terbuka serta demokratis, mereka juga menilai bahwa seni adalah investasi yang tak ternilai bagi pertumbuhan anak-anak bangsa sejak hari ini.
Salihara memiliki lima bangunan utama, yaitu, Teater Salihara, Serambi Salihara, Galeri Salihara, serta bangunan kantor dan wisma seniman. Yang pertama adalah bangunan Teater Salihara, memiliki dua ruangan, yang pertama adalah Teater Salihara yang biasa digunakan untuk ruang pertunjukan, baik musik ataupun teater. Ruangan kedua, adalah Teater Atap, biasanya digunakan untuk pembacaan karya sastra, musik akustik hingga wayang.
Yang kedua adalah bangunan Serambi Salihara, tempat ini biasa digunakan untuk lecturer, diskusi, launching buku. Yang ketiga adalah bangunan Galeri Salihara, yaitu tempat yang digunkan untuk pameran foto, senirupa, instalasi, atau segala macam yang bisa untuk dipamerkan. “Tapi mulai sekarang kita akan coba galeri tersebut digunakan sebagai gedung pertunjukan juga, kita berlakukan seperti teater, tapi belum dimulai, baru akan dimulai untuk dijadikan seperti itu.” ungkap Riaudita selaku Mar-Comm Salihara. Yang keempat adalah bangunan kantor yang berfungsi sebagai tempat yang mengatur secara manajerial kegiatan yang ada di Komunitas Salihara. Yang kelima adalah banguan wisma yang dapat digunakan bagi seniman yang berasal dari luar Jakarta untuk menginap.
Sampai saat ini Komunitas Salihara masih dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dana dari pemerintah ataupun swasta yang menjadi sponsor tetap. Penghimpunan dana di Komunitas Salihara masih dilakukan secara gotong royong, serta sumbangan dari donator. Selain itu, salah satu usaha sebagai pencarian dana untuk Komunitas Salihara ini diambil dari penyewaan fasilitas serta penjualan tiket.
Sebagai komunitas kesenian, Salihara memiliki berbagai macam kegiatan seni. Program rutin yang diadakan oleh Salihara adalah Festival Salihara dan Binnale Utan Kayu. Festival Salihara, berisi pertunjukan-pertunjukan kesenian baik dari dalam maupun luar negeri. Kegiatan rutin lainnya adalah Binnale Utan Kayu, yang menyajikan pembacaan karya sastra, peluncuran buku, bedah buku, dan lain-lain yang berhubungan dengan sastra. Selain itu, Komunitas salihara juga memiliki program baru yang di mulai pada Januari hingga April 2010, yaitu kuliah umum.
Seniman-seniman yang pernah pentas di Salihara mempunyai rasa bangga tersendiri, seperti yang dialami oleh band asal Yogyakarta, Melancholic Bitch, menilai bahwa salihara adalah ruang seni yang didalamnya terdapat orang-orang yang cukup disegani dalam kebudayaan dan kesenian, sehingga mereka merasa bangga bisa menghibur dan pentas di Salihara.

Redaktur: Arif Perkasa
Reporter: Tommy AW, Pandu T


*sumber foto: Pandi Triyuda


*sumber foto: Pandu Triyuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar